MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH SYAR'IYAH BLANGKEJEREN

Alamat : Jl. Inen Mayak Teri, Sp. Reli, Kp. Jawa,

Kec. Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Aceh 24655

Telp      :  (0642) 21754

Email    : ms.blangkejeren@gmail.com

Hukuman Cambuk yang Kehilangan Kesakralannya: Secuil Otokritik Penegakan Syari’at Islam di Aceh

Oleh: Taufik Rahayu Syam, S.H.I, M.S.I.

Foto: Pelaksanaan uqubat Cambuk di Halaman Kejaksaan Negeri Gayo Lues

Di awal lahirnya Qonun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, hukuman cambuk adalah tontonan yang menggugah. Bukan hiburan, tetapi peringatan. Pelaksanaannya di tempat terbuka—lapangan besar, di hadapan masyarakat luas—agar siapa pun yang melihatnya mengingat satu hal: jangan bermain-main dengan hukum Allah. Cambuk yang mendarat bukan sekadar menyentuh punggung si terhukum, tetapi juga menyentak kesadaran kolektif. Ada rasa takut, ada rasa segan, ada perenungan mendalam.

Namun, kini, hukuman cambuk tak lagi memiliki gema yang sama. Ia dilakukan alakadarnya, dengan keterbatasan anggaran dan fasilitas. Tak lagi di pusat keramaian, tetapi di halaman kejaksaan atau di area lapas yang tersembunyi dari pandangan masyarakat umum. Efek jera yang dulu begitu terasa perlahan memudar. Hukuman yang sejatinya harus menjadi cermin bagi masyarakat kini hanya menjadi formalitas belaka.

Kita bisa memahami bahwa faktor anggaran adalah kendala. Tidak mudah menggelar eksekusi di tempat terbuka, mengatur keamanan, memastikan prosedur berjalan sesuai ketentuan. Tetapi, tidakkah kita kehilangan sesuatu yang lebih besar ketika hukuman syariat ini kehilangan daya gugatnya terhadap masyarakat? Tidakkah hukuman yang hanya dijalankan sebagai ritual administratif tanpa dimensi sosial hanya akan menjadikannya hampa makna?

Dulu, ketika seorang dihukum cambuk, ia tidak hanya menanggung rasa sakit di tubuhnya. Ia juga menanggung beban psikologis dari tatapan publik, dari cibiran, dari ketakutan yang muncul di benak setiap orang yang menyaksikan. Namun, jika hukuman ini dilakukan diam-diam, jauh dari mata publik, bagaimana ia bisa menimbulkan efek jera?

Ini bukan sekadar soal syariat yang kehilangan wajah tegasnya, tetapi juga tentang hukum yang makin tergerus oleh birokrasi. Jika hukuman dilakukan sekadar untuk memenuhi aturan administratif, maka ia tidak lagi menjadi pelajaran, tidak lagi menjadi pengingat. Ia sekadar prosedur yang harus dilalui.

Dan di situlah letak keprihatinan kita. Hukum yang kehilangan esensinya akan melahirkan ketidakpedulian. Masyarakat yang tak lagi melihat langsung konsekuensi dari sebuah pelanggaran akan semakin abai. Mereka akan berpikir bahwa hukuman itu tak lebih dari catatan dalam laporan, bukan sesuatu yang benar-benar harus ditakuti.

Hukuman cambuk harus dikembalikan pada makna sejatinya. Jika ia memang bertujuan untuk memberikan efek jera, maka ia harus kembali menjadi bagian dari kesadaran publik. Jika tidak, maka lambat laun, ia hanya akan menjadi simbol kosong. Sebuah ritual tanpa makna, di mana cambuk hanya sekadar menyentuh punggung, tetapi tak lagi menyentuh hati siapa pun.

Bagikan:

Tinggalkan komentar

Hubungi Kami

Lokasi

Copyright ©Mahkamamah Syar'iyah Blangkejeren