MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH SYAR'IYAH BLANGKEJEREN

Alamat : Jl. Inen Mayak Teri, Sp. Reli, Kp. Jawa,

Kec. Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues, Aceh 24655

Telp      :  (0642) 21754

Email    : ms.blangkejeren@gmail.com

Tenaga Teknis MS Blangkejeren Ikuti Pembinaan Implementasi Restoratif Justice Perkara Jinayat


Blangkejeren
— Upaya memperkuat pemahaman dan keseragaman penerapan restorative justice dalam penanganan perkara jinayat terus digencarkan. Tenaga teknis Mahkamah Syar’iyah (MS) Blangkejeren tercatat mengikuti kegiatan Pembinaan Implementasi Restoratif Perkara Jinayat yang dilaksanakan secara daring selama dua hari, pada 22–23 Desember 2025. Kegiatan ini sendiri diinisiasi oleh Ditjen Badan Peradilan Agama.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional dengan latar belakang akademik dan praktisi yang mumpuni. Materi pembinaan dibuka oleh Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LLM., MPP yang mengulas Restorative Justice dalam perspektif hukum Islam. Selanjutnya, Prof. Dr. H. Syahrizal Abbad, M.A. mengkaji secara mendalam aspek teoritis dan praktis penerapan restorative justice dalam penanganan perkara anak.

Pembahasan teknis dilanjutkan oleh Dr. Darmansyah Hasibuan, S.H., M.H. yang menyoroti penanganan restorative justice dalam perkara jinayat, disusul Purnama Sari, S.H.I., M.A.P. yang memaparkan pendampingan anak dan diversi dalam perspektif lembaga pemasyarakatan. Sementara itu, dimensi sosial dan kultural diangkat oleh Dr. H. Jufri Ghalib, S.H., M.H. melalui materi tentang kearifan lokal dan peran tokoh masyarakat dalam penegakan hukum jinayat. Rangkaian pembinaan ditutup dengan paparan Prof. Dr. H. Achmad Cholik, M.Ag. mengenai filsafat hukum pidana Islam sebagai landasan normatif dan etik.

Ketua Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren, Taufik Rahayu Syam, S.H.I., M.S.I., dalam keterangannya menegaskan bahwa penerapan restorative justice dalam perkara jinayat masih menyisakan berbagai persoalan mendasar. Menurutnya, problematika tersebut tidak hanya dihadapi oleh para hakim, tetapi juga oleh seluruh aparat penegak hukum.

“Di lapangan masih terjadi perdebatan, misalnya terkait jenis perkara jinayat apa saja yang dapat diselesaikan melalui restorative justice,” ujarnya. Ia mencontohkan, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 20204 tentang restorative justice membatasi penerapan RJ pada tindak pidana dengan ancaman maksimal lima tahun. Sementara itu, dalam Qanun Jinayat, perkara-perkara yang memiliki korban umumnya diancam pidana di atas lima tahun.

Tak hanya itu, perdebatan juga muncul pada perkara jinayat yang tidak memiliki korban langsung, seperti maisir, khamar, ikhtilat, dan khalwat. “Apakah perkara-perkara tersebut dapat diajukan restorative justice atau tidak, ini juga masih menjadi persoalan yang menimbulkan kegamangan,” tambahnya.

Ketua MS Blangkejeren berharap, ke depan para pemangku kebijakan dapat menetapkan dasar hukum yang lebih tegas dan pasti terkait penerapan restorative justice dalam perkara jinayat. “Agar tidak terjadi keraguan dan perbedaan tafsir di antara para penegak hukum, sehingga tujuan keadilan yang berimbang, humanis, dan berkeadilan substantif benar-benar dapat terwujud,” pungkasnya.

Kegiatan pembinaan ini diharapkan menjadi ruang konsolidasi pemikiran sekaligus penguatan kapasitas aparatur peradilan dalam menjawab tantangan penerapan restorative justice di lingkungan peradilan syar’iyah, khususnya dalam konteks hukum jinayat di Aceh. (Red)

Bagikan:

Tinggalkan komentar