Sesosok T. Swandi Oleh Dimas Huzaifah, S.H

Ditulis oleh Super User. Posted in Artikel

Ditulis oleh Super User. Dilihat: 1508Posted in Artikel

Beliau adalah anak bungsu dari delapan bersaudara.Lahir di Lawe Sigala-gala Aceh Tenggara pada 7 Maret 1981. Pria yang hampir menginjak usia kepala empat ini merupakan seorang ayah dari lima orang anak. Selain menjalani rutinitas menjadi seorang ayah, beliau juga seorang hakim sekaligus pimpinan  Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren .

Sebelum menjadi seorang juru adil di pengadilan beliau merupakan seorang pemuda biasa namun ambisius.Untuk menjadi seorang pimpinan seperti saat ini bukanlah hal yang mudah, beliau memulai semuanya dari bawah. Setelah menamatkan sekolah menengah atas beliau merantau ke ibu kota Nanggroe Aceh Darussalam  dan berkuliah di kampus IAIN Arr- Raniry Banda Aceh, tidak hanya berkuliah ia juga bekerja sebagai loper Koran dan mengumpulkan asam jawa untuk dijual. Penghasilan yang ia terima setiap hari hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan Ia pun tidak pernah malu atau minder dengan pekerjaan yang dijalaninya. Motto hidupnya  ialah hidup itu sekali dan jadilah sesuatu yang berarti, ia meyakini bahwa sepanjang itu diatas “rel” dan halal maka jalankan.

Ada sesuatu yang unik dalam perjalanan hidup seorang Teuku Swandi ,Ia memperoleh julukan “Tongkar” dari rekan-rekan sejawatnya. Hal itu ia dapatkan karena ia selalu kritis apabila mendapati suatu statement atau argument  yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Disela-sela waktunya berkuliah dan bekerja ia aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan mengikuti kegiatan di Sanggar Seni  Seulawueh,  serta sesekali menghabiskan waktu untuk bermain bola yang mana hal ini menjadi bagian dari hobinya.

Setelah lulus kuliah pasca tsunami tahun 2005, ia mengabdikan diri sebagai anggota dari NGO (Non Government Organization) Survei Meter dan relawan Children Center dibawah UNICEF selama setahun. Kemudian pada tahun 2007 atas dorongan orang tua dan keluarga ia mencoba peruntungan untuk mengikuti seleksi Calon Hakim di kota Banda Aceh dan Alhamdulillah ia menjadi  salah satu dari tujuh peserta yang lulus sebagai seorang calon hakim pada tahun 2007 di lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung.

Menjadi seorang hakim sudah tentu memiliki tantangan dan kesulitan sendiri disetiap perkara yang ditangani, tapi baginya selagi kita mau belajar sesulit apapun masalah pasti ada jalan keluarnya. Karir beliau didunia peradilan dimulai sejak tahun 2007 di Mahkamah Syar’iyah Lhoksukun dan disana ia masih menjabat sebagai calon hakim. Setelah  dua tahun sebagai calon hakim perubahan status menjadi  hakim dan pegawai penuh  terjadi di PA simalungun wilayah Pengadilan Tinggi Agama Medan dan disana ia bertugas selama lima tahun, kemudian kembali dipindahtugaskan ke Mahkamah Syar’iyah Idi Aceh Timur dan bertugas selama empat tahun. Setelahnya ia pun mendapat promosi menjadi wakil ketua di MS Blangkejeren tetapi hanya selama empat bulan saja dikarenakan ia mendapatkan promosi kembali di Mahkamah Syari’iyah yang sama menjadi seorang Ketua Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren. Sebagai seorang pimpinan ia adalah sosok low profil yang tidak menginkan adanya  gap (jarak) antara pimpinan dan anggota. Sebagai contoh ia sering turun tangan langsung saat ada perbaikan kantor, membersihkan kantor dan pada saat rapat setiap anggota rapat diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan ide ataupun masukan serta tidak memandang status kepegawaian. Dari hal-hal kecil tersebut lah yang mencerminkan sikap kesetaraan beliau. Setelah dilantik pada 10 Februari 2021 lalu iapun mengajak  warga Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren untuk terus berinovasi demi Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren lebih baik. (DH)